Kamis, 30 September 2010

Ruang Lingkup Kejahatan Sistem Informasi (Cybercrime)

RUANG LINGKUP KEJAHATAN SISTEM INFORMASI

a.    Definisi dan Jenis Kejahatan Sistem informasi

Sebagaimana lazimnya pembaharuan teknologi, internet selain memberi manfaat juga menimbulkan ekses negatif dengan terbukanya peluang penyalahgunaan teknologi tersebut. Hal itu terjadi pula untuk data dan informasi yang dikerjakan secara elektronik.
Dalam jaringan komputer seperti internet, masalah kriminalitas menjadi semakin
kompleks karena ruang lingkupnya yang luas.
Kriminalitas di internet atau cybercrime pada dasarnya adalah suatu tindak pidana yang berkaitan dengan cyberspace, baik yang menyerang fasilitas umum di dalam cyberspace ataupun kepemilikan pribadi.
Jenis-jenis kejahatan di internet terbagi dalam berbagai versi. Salah satu versi menyebutkan bahwa kejahatan ini terbagi dalam dua jenis, yaitu kejahatan dengan motif intelektual. Biasanya jenis yang pertama ini tidak menimbulkan kerugian dan dilakukan untuk kepuasan pribadi. Jenis kedua adalah kejahatan dengan motif politik, ekonomi atau kriminal yang berpotensi menimbulkan kerugian bahkan perang informasi. Versi lain membagi cybercrime menjadi tiga bagian yaitu pelanggaran akses, pencurian data, dan penyebaran informasi untuk tujuan kejahatan.
Secara garis besar, ada beberapa tipe cybercrime, seperti dikemukakan Philip Renata dalam suplemen BisTek Warta Ekonomi No. 24 edisi Juli 2000, h.52 yaitu:
  • Joy computing, yaitu pemakaian komputer orang lain tanpa izin. Hal ini termasuk pencurian waktu operasi komputer.
  • Hacking, yaitu mengakses secara tidak sah atau tanpa izin dengan alat suatu terminal.
  • The Trojan Horse, yaitu manipulasi data atau program dengan jalan mengubah data atau instruksi pada sebuah program, menghapus, menambah, menjadikan tidak terjangkau dengan tujuan untuk kepentingan pribadi pribadi atau orang lain.
  • Data Leakage, yaitu menyangkut bocornya data ke luar terutama mengenai data yang harus dirahasiakan. Pembocoran data komputer itu bisa berupa berupa rahasia negara, perusahaan, data yang dipercayakan kepada seseorang dan data dalam situasi tertentu.
  • Data Diddling, yaitu suatu perbuatan yang mengubah data valid atau sah dengan cara tidak sah, mengubah input data atau output data.
  • To frustate data communication atau penyia-nyiaan data komputer.
  • Software piracy yaitu pembajakan perangkat lunak terhadap hak cipta yang dilindungi HAKI.

Dari ketujuh tipe cybercrime tersebut, nampak bahwa inti cybercrime adalah penyerangan di content, computer system dan communication system milik orang lain atau umum di dalam cyberspace (Edmon Makarim, 2001: 12).
Pola umum yang digunakan untuk menyerang jaringan komputer adalah memperoleh akses terhadap account user dan kemudian menggunakan sistem milik korban sebagai platform untuk menyerang situs lain. Hal ini dapat diselesaikan dalam waktu 45 detik dan mengotomatisasi akan sangat mengurangi waktu yang diperlukan (Purbo, dan Wijahirto, 2000: 9).


Fenomena cybercrime memang harus diwaspadai karena kejahatan ini agak berbeda dengan kejahatan lain pada umumnya. Cybercrime dapat dilakukan tanpa mengenal batas teritorial dan tidak diperlukan interaksi langsung antara pelaku dengan korban kejahatan.
Bisa dipastikan dengan sifat global internet, semua negara yang melakukan kegiatan internet hampir pasti akan terkena imbas perkembangan cybercrime ini.
Berita Kompas Cyber Media (19/3/2002) menulis bahwa berdasarkan survei AC Nielsen 2001 Indonesia ternyata menempati posisi ke enam terbesar di dunia atau ke empat di Asia dalam tindak kejahatan di internet. Meski tidak disebutkan secara rinci kejahatan macam apa saja yang terjadi di Indonesia maupun WNI yang terlibat dalam kejahatan tersebut, hal ini merupakan peringatan bagi semua pihak untuk mewaspadai kejahatan yang telah, sedang, dan akan muncul dari pengguna teknologi informasi (Heru Sutadi, Kompas, 12 April 2002, 30).
Menurut RM. Roy Suryo dalam Warta Ekonomi No. 9, 5 Maret 2001 h.12, kasus-kasus cybercrime yang banyak terjadi di Indonesia setidaknya ada tiga jenis berdasarkan modusnya, yaitu:

  • Pencurian Nomor Kartu Kredit.
Menurut Rommy Alkatiry (Wakil Kabid Informatika KADIN), penyalahgunaan kartu kredit milik orang lain di internet merupakan kasus cybercrime terbesar yang berkaitan dengan dunia bisnis internet di Indonesia.
Penyalahgunaan kartu kredit milik orang lain memang tidak rumit dan bisa dilakukan secara fisik atau on-line. Nama dan kartu kredit orang lain yang diperoleh di berbagai tempat (restaurant, hotel atau segala tempat yang melakukan transaksi pembayaran dengan kartu kredit) dimasukkan di aplikasi pembelian barang di internet.
  • Memasuki, memodifikasi atau merusak homepage (hacking)
Menurut John. S. Tumiwa pada umumnya tindakan hacker Indonesia belum separah aksi di luar negeri. Perilaku hacker Indonesia baru sebatas masuk ke suatu situs komputer orang lain yang ternyata rentan penyusupan dan memberitahukan kepada pemiliknya untuk berhati-hati. Di luar negeri hacker sudah memasuki sistem perbankan dan merusak data base bank.
  • Penyerangan situs atau e-mail melalui virus atau spamming.
Modus yang paling sering terjadi adalah mengirim virus melalui e-mail. Menurut RM. Roy Suryo, di luar negeri kejahatan seperti ini sudah diberi hukuman yang cukup berat. Berbeda dengan di Indonesia yang sulit diatasi karena peraturan yang ada belum menjangkaunya.

Sementara itu As’ad Yusuf memerinci kasus-kasus cybercrime yang sering terjadi di Indonesia menjadi lima, yaitu:

  • Pencurian nomor kartu kredit.
  • Pengambilalihan situs web milik orang lain.
  • Pencurian akses internet yang sering dialami oleh ISP.
  • Kejahatan nama domain.
  • Persaingan bisnis dengan menimbulkan gangguan bagi situs saingannya.

Khusus cybercrime dalam e-commerce, oleh Edmon Makarim didefinisikan sebagai segala tindakan yang menghambat dan mengatasnamakan orang lain dalam perdagangan melalui internet. Edmon Makarim memperkirakan bahwa modus baru seperti jual-beli data konsumen dan penyajian informasi yang tidak benar dalam situs bisnis mulai sering terjadi dalam e-commerce ini.
Menurut Mas Wigrantoro dalam BisTek No. 10, 24 Juli 2000, h. 52 secara garis besar ada lima topic dari cyberlaw di setiap negara yaitu:

  • Information security, menyangkut masalah keotentikan pengirim atau penerima dan integritas dari pesan yang mengalir melalui internet. Dalam hal ini diatur masalah kerahasiaan dan keabsahan tanda tangan elektronik.
  • On-line transaction, meliputi penawaran, jual-beli, pembayaran sampai pengiriman barang melalui internet.
  • Right in electronic information, soal hak cipta dan hak-hak yang muncul bagi pengguna maupun penyedia content.
  • Regulation information content, sejauh mana perangkat hukum mengatur content yang dialirkan melalui internet.
  • Regulation on-line contact, tata karma dalam berkomunikasi dan berbisnis melalui internet termasuk perpajakan, retriksi eksport-import, kriminalitas dan yurisdiksi hukum.

Saat ini regulasi yang dipergunakan sebagai dasar hukum atas kasus-kasus cybercrime adalah Undang-undang Telekomunikasi dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Namun demikian, interpretasi yang dilakukan atas pasal-pasal KUHP dalam kasus cybercrime terkadang kurang tepat untuk diterapkan.

b.    Sekilas Tentang Dunia Hacker Di Indonesia

Istilah hacker biasa dipakai untuk menyebut seseorang yang memiliki keahlian khusus di bidang komputer. Seorang hacker mampu berpikir dan bekerja dengan efektif dan efisien dan sering kali menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dengan metode yang out of the box, di luar pemikiran yang biasa digunakan orang.
Lama-kelamaan arti dari istilah ini menyempit menjadi seseorang yang memiliki kemampuan lebih di bidang keamanan jaringan komputer dan memanfaatkan kemampuannya untuk mendapatkan akses secara ilegal ke dalam sistem komputer orang lain. Jika tindakan yang dilakukan bersifat destruktif, merugikan pihak lain, istilah yang lebih tepat untuk menyebut orang seperti itu adalah cracker.
Komunitas hacker di Indonesia kebanyakan terdiri dari siswa dan mahasiswa yang memiliki ketertarikan di bidang keamanan jaringan komputer. Kelompok ini memiliki banyak waktu luang untuk mencari informasi mengenai bagaimana cara-cara yang bisa dipakai untuk memanfaatkan kelemahan yang ada pada jaringan komputer milik orang lain.
Informasi seperti ini banyak tersedia di Internet. Kadang-kadang cara yang biasa dipakai untuk masuk ini sudah disediakan dalam bentuk script yang tinggal diambil dan dijalankan, layaknya menjalankan aplikasi komputer biasa. Orang-orang yang masuk ke dalam kelompok ini sering disebut sebagai script kiddies (sebuah istilah yang menggambarkan bahwa anak kecil pun bisa melakukannya). Apa yang mereka butuhkan hanyalah informasi awal mengenai produk perangkat lunak apa dan versi berapa yang dipakai di server yang akan mereka bobol.
Komunitas hacker biasanya berkumpul secara virtual dalam chatroom di Internet.
Berdiskusi mengenai hal-hal terkini dalam urusan keamanan dalam sistem komputer.
Komunitas ini berkembang, anggotanya pun bertambah, kadang bisa juga berkurang.
Anggotanya biasanya bertambah dari orang- orang yang ingin menjajal kemampuan mereka dalam hal ini.
Apalagi dengan kondisi usia yang sangat muda, mereka masih memiliki ego dan rasa ingin terkenal yang cukup besar. Mereka suka sekali dengan publikasi gratis dari media massa atas "hasil karya" mereka jika mereka berhasil menembus atau mengubah tampilan halaman sebuah situs di Internet.
Lain halnya ketika mereka sudah selesai menyalurkan ego gairah muda mereka. Mereka kemudian pensiun. Mereka yang sudah keluar dari komunitas ini biasanya mendapatkan pekerjaan sebagai system administrator jaringan komputer di perusahaan-perusahaan.
Beberapa orang yang dianggap cukup pandai beralih menjadi konsultan keamanan system dan jaringan komputer dengan bekal intuisi membobol sistem keamanan komputer yang dulu pernah mereka lakukan.

  • Merumuskan serangan

Seperti disebutkan tadi, gairah muda, ego, dan rasa ingin terkenal yang besar membuat mereka suka sekali diberi tantangan, bahkan acapkali mencari sendiri tantangan tersebut.
Ini yang menyebabkan fenomena cracker menjadi fenomena kambuhan, tidak seperti fenomena spam atau worm virus yang kontinu sepanjang waktu.
Jika mereka ingin memasuki sistem milik orang lain, yang pertama mereka lakukan adalah dengan melakukan scanning terhadap sistem komputer yang mereka incar. Dengan ini mereka mendapatkan gambaran kasar mengenai sistem operasi dan aplikasi dari server sasaran. Alat yang dipakai cukup
sederhana, contohnya Nmap (http://insecure.org/nmap/). Berbekal firewall yang tidak terlalu kompleks, maka tindakan scanning ini dapat diketahui oleh administrator jaringan, dan tercatat pada log firewall.
Ketika mereka sudah mengetahui sistem operasi dan aplikasi dari server tadi, mereka dapat merumuskan tipe serangan yang akan dilakukan.
Dalam kasus pembobolan situs Komisi Pemilihan Umum (KPU), mereka mengetahui bahwa situs KPU menggunakan teknologi Microsoft Windows Server dengan web server IIS (Internet Information System) serta halaman web yang menggunakan teknologi ASP (Active Server Pages).
Nyaris tidak ada satu pun sistem yang bisa dijamin 100 persen aman, tidak memiliki kelemahan. Apalagi ketika sistem tersebut berhadapan langsung dengan akses publik, dalam hal ini Internet. Itulah kunci awalnya. Ditunjang oleh era informasi berupa fasilitas Internet yang menampung informasi dalam jumlah tak terhingga, siapa pun yang rajin dan telaten, mau meluangkan waktu, dipastikan akan mendapatkan informasi apa yang dia butuhkan.
Tidak cukup sampai disitu saja karena mereka masih harus mereka-reka struktur data seperti apa yang harus mereka ubah agar proses perubahan tertulis dengan normal. Proses mereka-reka ini bisa jadi membutuhkan waktu berhari-hari, sebelum seseorang berhasil mengetahui struktur seperti apa yang harus dimasukkan agar perubahan data berhasil.
Biasanya pula, seorang cracker yang akan melakukan serangan ini tidak terlalu bodoh. Ia harus melakukan serangan yang berhasil dalam satu tembakan dan tembakan itu haruslah dilakukan dari tempat lain, bukan di tempat ia mengeksekusi, agar ia tidak mudah dikejar.
Maka yang dia lakukan adalah mencari sebuah server perantara yang cukup jauh secara geografis darinya, untuk melakukan serangan. Ketika server ini berhasil diakses (untuk kasus KPU, server perantara yang dipakai berada di Thailand), maka saatnya ia melakukan serangan.
Ketika serangan terjadi, maka serangan ini berhasil mengubah tampilan situs Nama-nama partai berubah menjadi nama yang aneh-aneh. Untunglah administrator Teknologi Informasi (TI) KPU cukup sigap dengan melakukan proses pembersihan pada server yang diserang.
Selain halaman web yang diserang, diperbaiki strukturnya, firewall juga dikonfigurasi untuk menahan serangan sejenis ini untuk sementara waktu.
Serangan ini tercatat pula pada log, yang memungkinkan administrator segera
mengetahui dari mana serangan ini dilancarkan.

  • Berbekal log

Dalam "pertempuran digital" ini, senjata yang dimiliki oleh pihak yang bertahan adalah file log (catatan terhadap semua aktivitas yang terjadi di server). Log dari web server, log dari firewall, serta log dari IDS (Intrusion Detection System).

Berbekal log ini, pencarian identitas sang penyerang dimulai.

Log file mencatat koneksi yang berhasil diterima atau ditolak server ataupun firewall. Log ini berisi alamat IP (Internet Protocol, alamat komputer) yang tersambung, serta waktu sambungan terjadi. Alamat IP di Internet berfungsi seperti alamat rumah, bersifat unik, tidak ada alamat yang sama di dunia Internet.
Dengan berbekal utilitas seperti traceroute dan whois, dengan cepat diketahui lokasi komputer tersebut dan siapa pemilik alamat IP tersebut, lengkap dengan contact person ISP di mana komputer tadi berada. Selanjutnya yang dibutuhkan adalah komunikasi dan koordinasi verbal dengan contact person tersebut.
Proses selanjutnya adalah identifikasi personal pelaku. Dengan bekal nama alias pelaku yang berhasil ditelusuri, didukung dengan adanya sistem data basis kependudukan Indonesia yang baru saja dihasilkan oleh KPU (dalam rangka pendaftaran pemilih pada Pemilu 2004), diperoleh informasi lengkap berupa tempat dan tanggal lahir serta alamat terkini tersangka.
Dengan bekal data ini beserta log kejadian pembobolan, tim TI KPU menyerahkan data ini kepada Satuan Khusus Cybercrime Polda Metro Jaya untuk diproses lebih lanjut.
Cerita selanjutnya sudah dapat diketahui pada media massa. Dalam hitungan hari, tersangka dapat ditangkap.

  • Perlunya Pendekatan Hukum

Aktivitas komunitas cracker ini sebenarnya hanyalah penyaluran adrenalin biasa, yang sayangnya sudah mulai masuk ruang publik dan dirasa mengganggu. Keahlian teknis yang mereka miliki pun sebenarnya tidak terlalu tinggi, yang dapat dipelajari dengan waktu luang yang cukup dan akses ke Internet. Mereka hanya kekurangan tempat praktikum untuk membuktikan ilmu yang mereka pelajari sehingga mereka mulai masuk ke ruang publik.
Sayang sekali, ketiadaan hukum membuat aktivitas mereka seakan-akan legal, padahal tidak. Coba dipikirkan, apakah Anda rela seseorang masuk ke rumah Anda dan mengacak-acak isi rumah, lalu dengan bebas keluar lagi tanpa ada yang bisa mengambil tindakan.
Parahnya, justru Anda yang disalahkan karena tidak mampu menjaga rumah dengan baik.
Dalam kasus situs KPU, tindakan iseng yang dilakukan bukan hanya berakibat buruk kepada KPU, tetapi juga kepada seluruh bangsa Indonesia yang sedang melakukan hajatan besar, pemilihan umum. Untuk hal inilah sang cracker situs KPU harus dihukum seberat-beratnya karena kegiatan yang dilakukan berdampak besar kepada seluruh bangsa Indonesia. Kepada bangsa Indonesia-lah ia harus bertanggung jawab, bukan kepada KPU.
Tindakan Satuan Cybercrime Krimsus Polda Metro Jaya dalam merespons kasus ini betul-betul patut diberi acungan jempol karena mereka membuktikan komitmen mereka untuk aktif membasmi kejahatan kerah putih yang berkedok "orang iseng" dan "penyaluran adrenalin" yang nyatanya berdampak luas, mulai dari deface situs Internet sampai dengan kejahatan carding.
Untuk itulah komunitas TI seharusnya mendukung langkah Satuan Cybercrime untuk mulai membasmi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab ini, bukannya malah memberikan "dukungan moril" dengan melakukan promosi di media bahwa meng-hack itu mudah, meng-hack itu heroik, sistem tidak aman dan lainnya yang secara tidak langsung malah menantang komunitas cracker untuk melakukan hal-hal yang negatif.

Source: RUANG LINGKUP KEJAHATAN DUNIA CYBER.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar